Press Release:

Tax Intercollegiate Forum 2021

Pada hari Rabu, 6 Oktober 2021, Tax Study Division Studi Profesionalisme Akuntan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (SPA FEB UI) telah berhasil melaksanakan program kerja tahunan, yaitu Tax Intercollegiate Forum (TIF). Pada tahun ini TIF bekerja sama dengan Tax Education and Research Center Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB UI (TERC LPEM FEB UI) dan dilaksanakan secara daring melalui platform Zoom. Acara TIF dihadiri oleh 434 peserta yang berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari mahasiswa Universitas Indonesia, mahasiswa fakultas dan universitas lain, serta masyarakat secara luas. Tax Intercollegiate Forum tahun 2021 mengangkat tema “Carbon Tax Policy: A Key Role in Indonesia’s Sustainability”. Tema ini diangkat sebagai sarana untuk membahas rencana kebijakan pajak karbon yang bertujuan mengendalikan emisi gas rumah kaca di Indonesia. Rangkaian acara diawali dengan kata sambutan dari Ibu Ancella Hermawan selaku Kepala Departemen Akuntansi FEB UI, Mohammad Ilham Dwiputra selaku Chief Executive Studi Profesionalisme Akuntan FEB UI, dan Delvionarosa Putri Salman selaku Project Officer TIF 2021. Setelah itu, terdapat sesi perkenalan dan pemaparan materi yang terbagi menjadi lima sesi yang dipandu oleh moderator, yaitu Ibu Christine Tjen selaku Koordinator TERC FEB UI.

Pada sesi pertama, Bapak Gunawan Pribadi selaku Asisten Deputi Fiskal Kementerian Koordinator bidang Perekonomian memaparkan bahwa pajak karbon merupakan salah satu instrumen menuju ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Pajak karbon juga merupakan salah satu dari enam strategi transformasi ekonomi yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2021. Strategi transformasi ekonomi ini bertujuan untuk membuat Indonesia dapat bangkit dari pandemi sekaligus menghindari “middle income trap” sehingga visi menjadi negara maju pada tahun 2045 mendatang dapat tercapai. Bapak Gunawan Pribadi juga menyampaikan bahwa pajak karbon bersifat multifungsi. Selain sebagai tambahan pendapatan negara, pajak karbon juga berfungsi untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan internalisasi biaya eksternal yang mengakibatkan kerusakan lingkungan. Kemudian, penetapan pajak karbon mendorong sektor privat maupun publik untuk berinvestasi pada sektor energi rendah karbon. Pada sisi lain, terdapat beberapa tantangan dalam menetapkan pajak karbon di Indonesia. Beberapa tantangan tersebut, yaitu rendahnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan energi yang bersifat ramah lingkungan, adanya potensi perubahan harga energi dan produk-produk terkait, serta belum tersedianya instrumen kebijakan lain untuk mendukung kebijakan pajak karbon. Kemudian, terdapat juga hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan pajak karbon ini, seperti kesederhanaan desain, kejelasan mengenai nilai tarif pajak, pengenalan secara bertahap, dan pemanfaatan pajak karbon secara terarah.

Pada sesi kedua, Ibu Oka selaku Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal, menyampaikan bahwa pajak karbon merupakan salah satu perwujudan komitmen Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim. Hal ini penting untuk dilakukan mengingat rentannya Indonesia terhadap dampak perubahan iklim. Pajak karbon sendiri diartikan sebagai pungutan yang dikenakan atas kandungan karbon atau aktivitas mengemisi karbon. Ibu Oka juga menjelaskan skema rencana penerapan pajak karbon di Indonesia mulai dari subjek pajak, objek pajak, hingga saat terutang. Subjek pajak dari pajak karbon adalah orang pribadi atau badan yang membeli barang dengan kandungan karbon atau menghasilkan emisi karbon. Sedangkan, objek pajaknya adalah emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Pajak karbon ini akan terutang pada saat pembelian, akhir periode tertentu dari aktivitas menghasilkan emisi karbon, atau saat lain. Pada sisi lain, penerimaan pajak karbon juga dapat dimanfaatkan pemerintah untuk menambah dana pembangunan, investasi ramah lingkungan, dan dukungan kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam bentuk bantuan sosial.

Selanjutnya, kegiatan acara dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Ibu Sri Wahyuni selaku Managing Partner SF Consulting. Pada sesi ini, Ibu Sri menyampaikan kondisi sektor bisnis pada masa pemulihan pandemi. Ibu Sri menjelaskan bahwa pandemi menyebabkan tingginya ketidakpastian iklim usaha serta membuat pola bisnis menjadi berbasis digital. Kemudian, Ibu Sri memaparkan tanggapan dunia usaha terkait rencana kebijakan pajak karbon. Ibu Sri mengutip pernyataan dari Bapak Arsjad Rasjid, selaku Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, yang mengatakan bahwa terdapat sebanyak 18 asosiasi pengusaha menolak rencana penerapan kebijakan pajak karbon di Indonesia. Pertimbangan utama penolakan tersebut adalah potensi dampak negatif yang sangat signifikan dan sistemik terhadap kestabilan perekonomian Indonesia, neraca perdagangan, dan pendapatan negara. Selain itu, masih tingginya ketergantungan proses produksi dan distribusi industri terhadap bahan bakar fosil juga menjadi salah satu faktor pertimbangan. Ibu Sri kemudian menyampaikan saran dan harapan dunia usaha terhadap perpajakan Indonesia, mulai dari penyederhanaan regulasi, peningkatan kepastian hukum, hingga pembuatan road map reformasi perpajakan. Ibu Sri menutup sesi materi dengan menyampaikan pentingnya komunikasi dan kepercayaan antara regulator dengan pelaku usaha supaya kebijakan perpajakan dapat berjalan dengan efektif.

Sesi keempat dilanjutkan dengan pemaparan oleh Ibu Alin Halimatussadiah, selaku Kepala Kelompok Kajian Ekonomi Lingkungan LPEM FEB UI. Ibu Alin menyampaikan bahwa kebijakan pajak karbon memiliki dua tujuan utama, yaitu mencapai target penurunan GRK yang lebih ambisius dan meningkatkan pemasukan negara. Terdapat beberapa saran mengenai penetapan kebijakan pajak karbon ini. Pertama, penerapan pajak karbon harus dilakukan secara bertahap, baik dari segi target maupun besaran pajak. Kedua, cakupan pajak karbon harus dimulai dari sektor yang menjadi kontributor dominan. Ketiga, pemantauan serta evaluasi harus dilakukan secara berkala dengan terus memperbarui data emisi. Ibu Alin juga menyampaikan tiga pertimbangan utama dalam mengimplementasikan kebijakan pajak karbon, yaitu persiapan transisi, alokasi pendapatan dari pajak karbon, dan fleksibilitas dari pajak karbon itu sendiri. Sebagai penutup, Ibu Alin menyampaikan bahwa carbon pricing merupakan syarat perlu, tetapi bukan syarat cukup. Terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi supaya kebijakan ini dapat berjalan secara optimal, yaitu diperlukannya satu paket kebijakan yang ambisius, terancang dengan baik, dan sesuai dengan konteks yurisdiksi.

Sesi terakhir diisi dengan pemaparan materi oleh Bapak Bawono Kristiaji selaku Partner di Danny Darussalam Tax Center (DDTC). Pada sesi ini, Bapak Kristiaji selaku pengamat pajak dalam negeri menyampaikan justifikasi pentingnya pelaksanaan kebijakan pajak karbon di Indonesia yang tentunya berkaitan dengan isu lingkungan itu sendiri. Kemudian, Bapak Kristiaji menampilkan hasil survei DDTC News mengenai rencana penetapan pajak karbon di Indonesia. Melalui survei tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden mendukung adanya penetapan kebijakan pajak karbon di Indonesia. Selain itu, survei itu juga menunjukan bahwa mayoritas responden menganggap waktu ideal untuk mengimplementasikan pajak karbon adalah pada tahun 2022 dengan tarif sebesar Rp75/kg. Bapak Kristiaji juga menyampaikan isu lanjutan mengenai pajak karbon. Pertama adalah carbon leakage. Isu ini disebabkan oleh tidak adanya keseragaman penerapan atau koordinasi antarnegara dalam penetapan kebijakan pajak karbon. Kemudian, tidak berlakunya pajak karbon untuk semua sektor serta kurang tersedianya energi terbarukan juga menjadi penyebab dari isu tersebut. Isu lanjutan kedua yang dibahas oleh Bapak Kristriaji adalah penggunaan dana dari pajak karbon itu sendiri. Berdasarkan Carbon Tax Guide yang diterbitkan oleh World Bank, Bapak Kristiaji menyampaikan terdapat tiga komponen dalam penerimaan pajak karbon, yaitu revenue neutrality, expanded spending, dan forgoing tax revenue to finance offsets.

Setelah sesi kelima selesai, kegiatan pun dilanjutkan dengan sesi tanya jawab antara peserta dan pembicara yang dipandu oleh Ibu Christine Tjen selaku moderator. Sesi tanya jawab ini berjalan dengan lancar. Setelah seluruh rangkaian acara berlangsung, kegiatan Tax Intercollegiate Forum ditutup dengan ucapan terima kasih kepada pembicara, moderator, dan TERC LPEM FEB UI sebagai bentuk penghargaan dari SPA FEB UI. Tax Study Division SPA FEB UI sangat berterima kasih atas partisipasi dan kerja sama dari berbagai pihak untuk menyukseskan acara ini. Sampai jumpa pada Tax Intercollegiate Forum selanjutnya!

Other Related Post

Scroll to Top